Tuesday, August 9, 2016

Agen Bola - Tak Ada Pemain yang Lebih Besar dari Juventus

Agen Bola - Tak Ada Pemain yang Lebih Besar dari Juventus - Paul Pogba meninggalkan Juventus. Gelandang asal Prancis tersebut kembali ke kesebelasan lamanya, Manchester United. "Setan Merah", julukan Manchester United, harus mengeluarkan nilai transfer yang memecah rekor transfer dunia, yakni 105 juta euro atau lebih dari 1,5 triliun rupiah.


Agen Bola -Yang menjadi pembicaraan tentunya nilai transfer yang sangat fantastis tersebut. Pro dan kontra lahir karenanya. Ada yang menilai layak, begitu juga sebaliknya, tergantung perspektif. Tapi apapun itu, Pogba tak lagi bermain di Juventus.

Bagi Juventus, sekali lagi mereka membuktikan bahwa tak ada yang lebih besar dari klub itu sendiri. Pemain selalu datang dan pergi. Tapi di Juventus, para pemain penting tampak begitu mudah angkat kaki. Selalu ada alasan di balik itu semua, begitu juga akibatnya.

Jika Ingin Pergi, Silakan Pergi

Dalam empat tahun kebersamaan Pogba dan Juventus, musim 2015/2016 merupakan musim di mana Pogba benar-benar menjadi pemain penting Juventus di lini tengah. Musim lalu, tak ada lagi Andrea Pirlo dan Arturo Vidal. Claudio Marchisio pun berkutat dengan cedera. Pogba, yang mendapatkan nomor punggung 10, nomor keramat di Juventus, mendapatkan beban terbesar untuk bisa menjadi pembeda bersama Sami Khedira, Roberto Pereyra, Hernanes, Stefano Sturaro, Mario Lemina, hingga Simone Padoin di pos gelandang.

Perannya begitu vital kemudian. Total 49 kali bermain dalam semusim menjadikannya sosok yang tak mudah tergantikan dalam skuat. Pogba sendiri selalu menjawab kepercayaan sang pelatih, Massimilliano Allegri. Selain mencetak 10 gol di segala ajang, ia menjadi pemain dengan assist terbanyak Serie A (12 assist) bersama Miralem Pjanic.

Tapi betapa pentingnya sosok Pogba tak menjadikan alasan bagi Juventus untuk tetap mempertahankannya. Mereka ingin, tapi Pogba lebih ingin hengkang ketimbang bertahan. Juve pun akhirnya mempersilakan pergi.

Bukan kali ini saja Juventus kehilangan pemain terbaiknya. Juventus memang selalu membukakan pintu keluar bagi mereka yang ingin hengkang. Carlos Tevez dan Vidal misalnya, meski Juve masih membutuhkan tenaga keduanya, tapi "Si Nyonya Tua" tak ragu untuk melepasnya pada musim lalu.

Tevez dan Vidal hengkang bukan karena Juve yang menendang mereka. Keduanya meninggalkan Juve dengan ambisi pribadi. Tevez ingin pulang ke Argentina untuk membela Boca Juniors, sementara Vidal ingin meraih Liga Champions bersama Bayern Munich (dan ia belum mendapatkannya).

Pogba pun demikian. Manchester United mungkin pernah mencampakkannya. Tapi bagaimanapun, Manchester adalah kota tempat ia tumbuh, di mana ia mengatakan "lebih memiliki banyak teman di Manchester daripada di Turin". Belum lagi dengan proyek Manchester United bersama Jose Mourinho yang tampak menjanjikan.

Hanya saja Juventus tak terlalu khawatir karenanya. Kehilangan Pogba, bukan berarti kehilangan segala-galanya. Mereka bisa kembali membangun kejayaan mereka sendiri, sebagaimana yang sudah mereka lakukan selama ini, bahkan dari Serie B sekalipun. Juventus tak pernah menggantungkan nasibnya pada satu pemain. Jika pemain ingin pergi, sehebat apapun pemain itu, pintu keluar terbuka lebar-lebar.

Juventus memang lebih ingin memiliki pemain-pemain yang loyal pada klub. Bianconeri membutuhkan pemain yang siap berjuang habis-habisan untuk klub. Mungkin bisa juga dikatakan seperti ini, "Jika hati Anda telah memikirkan 'perempuan' lain, silakan tinggalkan 'Si Nyonya Tua'."


Dari situ Juventus bisa mendapatkan pemain yang memiliki semangat grinta. Semangat grinta ini merupakan semangat yang berhasil membangkitkan Juventus dari keterpurukan. Semangat grintaadalah semangat yang selama ini menjadi identitas Juventus. 

Grinta bisa juga diartikan sebagai semangat tim. Semangat tim yang utama. Bukan semangat Pogba, semangat Tevez, bahkan semangat Alessandro Del Piero sekalipun. Dan itulah yang membedakan Juventus dengan kesebelasan lain.

"Grinta merupakan cara Juventus hidup, cara jantung Juventus berdetak. Dan jantung kami harus seperti itu setiap kami berada di lapangan," ujar Vidal ketika Juventus berhasil menyamakan kedudukan usai tertinggal dua gol lebih dulu melawan Chelsea pada Liga Champions UEFA 2012/2013.

Andrea Pirlo dalam bukunya berjudul I Think Therefore I Play menceritakan lebih jauh apa itu Grinta. Ia memahami ini karena sebelumnya ia pernah bermain di kesebelasan rival, AC Milan dan Internazionale Milan, dan Juventus berbeda dengan kesebelasan yang pernah ia bela sebelumnya.

"Anda selalu tahu bahwa Juventus akan bertarung sampai mati dan berjuang sampai titik darah terakhir. Mereka pantang mundur, saat dihajar langsung bangkit lagi. Jika Anda bukan seorang bianconero, atau jika Anda tidak mengalami apa yang saya alami, Anda tidak akan pernah mengerti," ujar Pirlo dalam bukunya.Untuk memunculkan semangat grinta tentunya dibutuhkan pemain-pemain yang loyal untuk tim. Tidak akan bisa semangat grinta itu muncul jika sang pemain misalnya sudah memikirkan untuk hengkang. Karena itulah Juventus selalu melepas para pemainnya yang ingin hengkang, tak peduli seberapa hebat pemain tersebut.
Slaven Bilic, manajer West Ham United, mengatakan hal yang tak jauh berbeda tentang grinta baru-baru ini. Menurutnya, Juventus lebih dari sekadar klub. Dan pemain tak akan pernah lebih besar dari Juventus itu sendiri.

"'Si Nyonya Tua' merupakan salah satu kesebelasan besar Eropa, tapi mereka lebih dari sekadar klub. Saya sering menjadikan mereka sebagai model ketika saya berbicara pada pemain saya, staf saya, teman saya. Sepakbola merupakan olahraga, tapi di Juventus, sepakbola merupakan olahraga bagi para pria," ujar Bilic usai West Ham menjalani uji tanding menghadapi Juventus Minggu lalu (07/08/2016).

"Mereka sangat profesional, ini serius. Tak ada seorang pun yang lebih besar dari klub. Mereka memiliki pemain hebat dalam sejarah mereka seperti Michel Platini, Liam Brady, Zinedine Zidane, Roberto Baggio, Alessandro Del Piero, tapi tetap, Juventus-lah yang utama, individual berikutnya. Ini sangat hebat, dan harusnya setiap klub seperti itu," tambah Bilic.

Apa yang dikatakan Bilic tampaknya tidak berlebihan. Tengok saja, hampir tak ada pemain yang meninggalkan Juventus dengan citra buruk. Juventus dan pemainnya berpisah dengan baik-baik. Sebagian bahkan ingin terus bertahan, walau pada akhirnya semuanya tergantung kepentingan dan kebutuhan pelatih.

Simak juga pujian yang dilontarkan dari legenda Manchester United, Sir Alex Ferguson. Bagi manajer asal Skotlandia tersebut, Juventus merupakan model untuknya dalam membangun dinasti di Manchester United.

"Untuk menjadi contoh Manchester United, Juventus merupakan model kami, tim (Marcelo) Lippi," ujar Ferguson dalam otobiografinya. "Mereka sempat menjadi yang terbaik, mereka memberi kami pukulan. Momen terbesar kami ketika berhasil mengalahkan mereka pada 1999, menjadikan kami untuk seperti mereka, Juventus merupakan modelnya."

Pemain Bintang Pergi, Menguntungkan atau Merugikan?

Dalam melepas para pemain bintangnya, Juventus terus menjaga tradisi klub. Kehebatan pemain tak pernah lebih besar dari klub itu sendiri. Secara tidak langsung, Juventus menyeleksi para pemainnya; pemain mana yang siap berjuang untuknya dan pemain mana yang sudah tak lagi ingin berjuang untuk Juventus.

Secara moralitas hal tersebut sangat luar biasa. Namun di sisi lain, dengan seperti ini, Juventus justru harus terus membangun baru kekuatan mereka setiap musim, khususnya dalam beberapa tahun terakhir.



AFP PHOTO / MARCO BERTORELLO

Juventus memang mendominasi Serie A dalam lima tahun terakhir. Namun jika berbicara Liga Champions yang menjadi target tertinggi mereka saat ini, Juventus masih belum memiliki wajah yang garang, setidaknya di hadapan klub-klub kandidat juara seperti Real Madrid, Barcelona, Bayern Munich, atau Paris Saint-Germain.

Kesebelasan-kesebelasan di atas memiliki pemain terbaik, dan terus mendatangkan pemain terbaik lainnya untuk meningkatkan kualitas tim. Sedangkan Juventus, dalam perjalanannya menggapai trofi "Si Kuping Besar", selalu kehilangan pemain terbaiknya.

Usai menjadi runner-up Liga Champions 2015 misalnya, Juve kehilangan Tevez, Pirlo, dan Vidal. Sementara saat menghadapi Bayen Munich setelahnya, sosok Vidal digantikan Hernanes, kedalaman skuat menjadi masalah dan Juventus akhirnya harus tersingkir lebih dini (babak 16 besar).

Juventus saat ini tengah kembali lagi membangun skuat untuk menjuarai Liga Champions 2016/2017. Cukup menjanjikan tentunya ketika pemain-pemain seperti Daniel Alves, Miralem Pjanic, hingga Gonzalo Higuain bisa didatangkan. Namun skuat Juventus tentunya akan lebih mengerikan lagi jika Pogba masih menjadi bagian dari skuat Juventus musim ini.

Meskipun begitu, pada akhirnya filosofi klub tetaplah yang utama bagi Juventus, dan Juventus telah melepas Pogba sebagai bukti keteguhan mereka memegang tradisi. Mereka tinggal membuktikan diri bahwa tanpa Pogba, Juventus tetap bisa mendapatkan scudetto dan bahkan menjuarai Liga Champions. Karena jika sampai gagal di Eropa (lagi), bisa jadi keputusan melepas para pemain terbaiknya akan menjadi keputusan yang kurang tepat, yang bisa disesali di kemudian hari.